Ekonomi Bisnis

Industri nikel RI buat standardisasi global, tangkal kampanye negatif

Ibukota Indonesia – Industri nikel di dalam Tanah Air akan segera menciptakan standardisasi nasional maupun internasional pada hal produksi, lingkungan, serta sosial agar tidaklah ada lagi kampanye negatif pihak-pihak tertentu untuk menghentikan kebijakan pengembangan lebih lanjut mineral yang telah berjalan.

Standardisasi ini akan mirip dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) atau Indonesian Sustainable Palm Oil pada bidang sawit, atau bidang kayu dengan Sistem Verifikasi serta Legalitas Kayu (SVLK), kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Nusantara (APNI) Meidy Katrin Lengkey di dalam Jakarta, Selasa.

Meidy mengungkapkan APNI akan menyebabkan satu forum diskusi dengan mengundang 30 negara produsen mineral untuk merumuskan standardisasi ESG (enviromental, sosial, governance) untuk bidang mineral.

"Mereka akan dalam Indonesia awal bulan depan. Kita diskusi mengenai ESG. Kemudian, kami minta tolong dari government, melalui Kementerian Luar Negeri. Dari Kementerian Luar Negeri mengundang seluruh KBRI, negara penghasil mineral, bukanlah belaka nikel saja. Negara berkembang, hasil dari sana kita mau meniru gaya sawit dulu. Kita bikin kayak RSPO, ISPO, atau kita bikin kaya SVLK kayu," kata dia.

Meidy melanjutkan forum ESG itu akan menciptakan satu kesepakatan antara negara penghasil mineral dan juga para merket untuk menciptakan sertifikat standardisasi.

"Indonesia punya 27 critical minerals, kita punya 22 strategic minerals, yang digunakan harus kita kelola biar tidaklah terbentuk black campaign seperti apa yang mana dialami nikel," ungkap dia.

Sementara itu, Ketua Sektor Kajian Mineral Strategis, Mineral Kritis serta Hilirisasi Mineral Perhimpunan Ahli Pertambangan Tanah Air (Perhapi) Muhammad Toha mengemukakan isu masalah ESG seringkali dijadikan pihak-pihak tertentu sebagai alat agar Indonesia menghentikan kebijakan proses pengolahan lebih lanjut mineral.

"Kita tak menolak perbaikan-perbaikan untuk mampu menyebabkan bidang ini bermetamorfosis menjadi tambahan green, lebih tinggi friendly, lebih banyak ramah lingkungan juga arahnya memang benar ke sana. Makanya itu Perhapi juga APNI juga merumuskan persoalan standardisasi mineral," katanya.

Toha menyebutkan pada merawat ESG, bidang nikel punya keinginan yang mana sebanding lalu komitmen yang identik untuk bagaimana kegiatan penambangan, pengolahan nikel ini punya tanggung jawab lingkungan dan juga sosial yang digunakan baik, sehingga kegiatan penambangan kemudian pengolahan kita menjadi lebih banyak tersistem juga lebih banyak berkelanjutan.

"Tapi tolong jangan jadikan kampanye masalah lingkungan itu sebagai hidden program untuk membatasi kegiatan pengembangan lebih lanjut yang dimaksud akan kita lakukan dikarenakan seringkali yang mana berlangsung adalah ESG itu dijadikan senjata untuk membatasi negara-negara tertentu untuk mengarah ke industrialisasi," imbuh dia.

Ia menafsirkan bahwa isu negatif pada kebijakan proses pengolahan lebih lanjut mineral datang sewaktu secara masif pada tahun 2015 Indonesia mengubah landskap lapangan usaha nikel.

Dari awalnya Negara Indonesia eksportir raw material (bijih nikel) berubah jadi eksportir hasil nikel.

Toha menegaskan Tanah Air tidaklah boleh mundur dari kebijakan proses pengolahan lebih lanjut mineral meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang mana harus dibereskan.

Sebab, kebijakan proses lanjut mineral ini harus terpusat kemudian terintegrasi antar kementerian. Banyak faedah dari kebijakan ini, dari pendapatan negara sampai penyerapan tenaga kerja.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Pertambangan Association (IMA) Hendra Sinadia mengutarakan tantangan Indonesia ketika ini adalah potret sektor pertambangan yang dimaksud berbagai diwarnai oleh perusahaan-perusahaan yang mana tidaklah patuh sehingga akhirnya yang mana terkena dampak adalah perusahaan-perusahaan yang dimaksud patuh yang mempunyai visi jangka panjang.

"Jadi, mau gak mau penegakan hukum, pengawasan dari pemerintah harus jalan. Jadi, sebenarnya kalau penambang yang besar ya pasti beliau patuh," ujar dia.

Kata Hendra, contoh yang dimaksud mendapat kampanye negatif dari NGO adalah proses lanjut nikel.

"Industri tambang khususnya nikel itu banyak dikampanyekan negatif oleh NGO yang tersebut kemudian semuanya dipukul rata. Padahal ada yang mana bagus-bagusnya, yang mana world class. Salah satu kalau untuk nikel gitu ya Harita Nickel dan juga Vale Indonesia juga bagus," imbuh dia.

Dengan meninjau beragam hambatan ini, Hendra mengutarakan IMA akan merumuskan kebijakan yang digunakan memberikan reward untuk perusahaan tambang yang tersebut patuh pada aspek produksi, lingkungan, serta sosial.

Reward ini penting diberikan agar merekan semangat pada berbisnis juga menjalankan aturan.

"Reward itu sanggup berbentuk kemudahan pada berbisnis. Jangan dipersulit, sekarang itu kan. Antara yang mana patuh lalu tak patuh mirip saja, buat RKAB. Misalnya identik semata antrean persetujuannya," kata dia.

Artikel ini disadur dari Industri nikel RI buat standardisasi global, tangkal kampanye negatif

Related Articles

Back to top button