Arsenal Gagalkan Remontada Real Madrid: Analisis Taktik yang Bongkar Kelemahan Sang Raja Eropa

Real Madrid Kalah, Meski Dominasi Bola
Di dua leg perempat final, Arsenal berhasil menumbangkan Real Madrid dua kali—sesuatu yang sangat langka di ajang Liga Champions. Menariknya, dalam kedua laga tersebut, The Gunners selalu kalah dalam hal possession. Di leg kedua, Real Madrid mencatatkan 66% penguasaan bola, namun Arsenal tetap unggul dalam expected goals (XG).
Kalau diperinci, XG dari open play kedua tim sebenarnya nyaris sama. Satu-satunya pembeda adalah penalti yang didapatkan Arsenal lewat Saka. Sayangnya, eksekusi panenka-nya berhasil digagalkan oleh Courtois. Namun, bukan itu kunci utama keunggulan Arsenal.
Arsenal: Kokoh di Belakang, Tajam Saat Serang Balik
Di sepanjang kompetisi, Arsenal adalah tim dengan catatan kebobolan paling sedikit setelah Inter Milan. Menghadapi lini depan Madrid yang bertabur bintang seperti Mbappe, Vinicius Jr., dan Rodrygo, Arsenal hanya kebobolan lewat blunder Saliba. Ini jelas menunjukkan kualitas pertahanan mereka.
Dalam dua leg, Real Madrid yang terkenal mematikan lewat serangan balik, justru terkena senjata makan tuan. Arsenal menunjukkan level kedisiplinan yang tinggi dan transisi bertahan yang nyaris sempurna.
Duel Strategi: 4-3-3 vs 4-4-2 Terselubung
Secara formasi, Real Madrid turun dengan 4-3-3, meski di lapangan lebih menyerupai 4-2-3-1. Valverde bermain di tengah bersama Tchouaméni dan Bellingham sebagai advanced midfielder. Di sisi lain, Arsenal mengusung 4-3-3 yang sering berubah menjadi 4-4-2 saat bertahan, dengan Odegaard menemani Merino sebagai dua penyerang pertama dalam blok medium.
Dominasi Madrid di Sayap Kiri Diredam
Madrid lebih banyak membangun serangan dari sisi kiri melalui Vinicius. Namun, Arteta sudah mengantisipasi hal ini. Arsenal menjaga kedisiplinan antarlini dan antarpemain dengan sangat kompak. Saka, winger kanan Arsenal, menjalankan peran defensif dengan luar biasa dalam menutup ruang Vinicius.
Ketika Madrid mencoba berpindah ke sisi kanan, Martinelli tampak tidak terlalu khawatir menghadapi ancaman dari Lucas Vazquez, karena kontribusi ofensif Vazquez dinilai kurang mengancam.
Minim Peluang di Babak Pertama
Babak pertama berlangsung sangat hati-hati dan minim peluang. XG dari open play hanya 0,11 untuk Madrid dan 0,12 untuk Arsenal. Pertarungan benar-benar terjadi di lini tengah dan sisi lapangan, bukan di kotak penalti.
Peran Declan Rice yang Vital
Dalam pertandingan sebelumnya, Rice sering naik ke depan untuk mengeksploitasi ruang antara fullback dan center-back. Pada leg kedua ini, dia kembali menjalankan peran yang sama. Penetrasinya dari half-space menyulitkan pertahanan Madrid, terutama karena minimnya track back dari para winger Madrid dan buruknya transisi bertahan mereka.
Situasi seperti ini dimanfaatkan Arsenal untuk mencetak gol pertama. Dalam serangan balik cepat, Odegaard memberikan bola kepada Rice yang tidak terkawal. Kolaborasi dengan Merino menghasilkan umpan cerdas kepada Saka yang lolos dari jebakan offside. Kali ini, Saka menebus kegagalan penaltinya dengan sebuah gol penting.
Crossing Tak Efektif: Kebuntuan Taktik Ancelotti
Salah satu senjata utama Madrid dalam pertandingan ini adalah crossing. Total, mereka melakukan 42 umpan silang—namun hanya tujuh yang tepat sasaran. Kebuntuan terlihat jelas, terutama karena tidak adanya sosok target man seperti Joselu di lini depan. Courtois bahkan sempat mengeluhkan tidak adanya striker murni yang bisa menuntaskan peluang melalui duel udara.
Satu-satunya gol Madrid terjadi akibat kesalahan Saliba yang kehilangan fokus terhadap Vinicius. Pressing agresif berhasil merebut bola dan Mbappe menyamakan skor jadi 1-1.
Strategi Counter Arsenal: Ujian Berat Bagi Madrid
Di babak kedua, Real Madrid melakukan beberapa pergantian. Namun, efektivitas serangan mereka tetap rendah. Sebaliknya, Arsenal tetap konsisten menekan dengan counter cepat, terutama memanfaatkan lini belakang Madrid yang belum siap.
Odegaard sempat punya dua peluang emas, namun gagal dimaksimalkan. Tapi Arsenal tak berhenti di situ. Mereka terus mengeksploitasi kelemahan transisi Madrid.
Dan akhirnya, sebuah serangan balik cepat diakhiri dengan umpan terobosan Merino kepada Martinelli yang sukses membobol gawang Courtois. Ironisnya, crossing yang menjadi andalan Madrid justru jadi awal bencana bagi mereka sendiri.
Kesimpulan: Arsenal Siap Jadi Raja Baru Eropa?
Kemenangan dua kali atas Real Madrid bukanlah hal biasa. Arsenal tidak hanya unggul secara taktik, tapi juga secara mentalitas. Arteta sukses membalikkan taktik El Real sendiri—defend and counter—dan menampar balik sang raja Eropa.
Namun, masih ada pekerjaan rumah: problem penyelesaian akhir. Jika ini bisa mereka poles, bukan tak mungkin, trofi Liga Champions pertama akan mendarat di London Utara.