Sejarah juga makna Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei

DKI Jakarta – Pada setiap tanggal 20 Mei, bangsa Indonesi memperingati tanggal yang dimaksud sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), sejarah yang tersebut menandai awal dari kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan juga kesatuan bangsa.
Sejarah ini menyimpan kisah perjuangan, perdebatan, dan juga cita-cita besar yang tersebut membentuk identitas Tanah Air modern.
Kebangkitan bangsa lahir dari aspirasi serta intelektual para anak bangsa, yang mana ditandai dengan insiden adanya Sarekat Islam, Boedi Utomo, dan juga ikrar Sumpah Pemuda.
Namun, tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional berkaitan erat dengan pelopor pergerakan nasional yakni organisasi Boedi Utomo.
Peristiwa penting ini bermula pada awal abad ke-20, pada waktu penduduk dari beraneka wilayah mulai menyadari bahwa merekan bagian dari satu bangsa yang dimaksud identik yakni bangsa Indonesia, lalu bukanlah lagi kelompok suku atau wilayah yang terpisah.
Pada masa itu, sistem pemerintahan kolonial Belanda juga sangat parah kemudian menyebabkan rakyat pribumi menderita oleh sebab itu eksploitasi perekonomian lalu kebijakan pemerintah liberal.
Kondisi ini menciptakan kaum liberal menyindir kolonial, seperti Eduard Douwes Dekker yang tersebut menulis novel berjudul "Max Havelaar". Novel yang disebutkan berisi kecaman kebijakan pemerintah kolonial serta menuntut agar Belanda bukan tutup mata terhadap penderitaan rakyat jajahannya.
Sehingga, lahir kebijakan balas budi pemerintah Belanda terhadap rakyat jajahannya bernama "Politik Etis", yang digunakan berisi tiga acara utama meliputi irigasi, edukasi, serta transmigrasi.
Kebijakan Politik Etis yang digunakan diterapkan Belanda yang dimaksud telah dilakukan membuka akses institusi belajar bagi pribumi, tetapi ketimpangan sosial masih terus terjadi. Hanya rakyat tertentu yang dapat mendapatkan pendidikan.
Di sedang keterpurukan ini, muncul kaum intelektual pribumi yang dimaksud berubah menjadi motor penggerak perubahan.
Periode ini diawali dengan berdirinya organisasi Boedi Utomo pada 20 Mei 1908 oleh Dr. Soetomo dan juga para pelajar STOVIA pada Jakarta, yang tersebut menjadi tonggak awal aksi nasional teratur pada tanah air.
Boedi Utomo lahir dari keresahan akan penderitaan penduduk akibat penjajahan juga keinginan untuk mencerdaskan bangsa melalui pendidikan.
Dr. Wahidin Sudirohusodo, pribadi dokter juga alumni STOVIA yang mana berasal dari Surakarta, berubah jadi tokoh penting pada kelahiran Boedi Utomo.
Ia mengemukakan gagasan untuk mendirikan sebuah organisasi yang tersebut fokus pada peningkatan institusi belajar serta kesejahteraan bangsa, melalui dana lembaga pendidikan bagi pelajar pribumi yang mana berprestasi, namun kurang mampu secara ekonomi.
Ide ini kemudian didukung oleh Soetomo juga rekan-rekannya sesama pelajar STOVIA, yang mana memiliki semangat nasionalisme tinggi.
Tujuan utama Boedi Utomo sejak awal adalah mencerdaskan bangsa Negara Indonesia melalui bidang sosial lalu budaya, tanpa terlibat segera pada politik.
Organisasi ini berfokus pada peningkatan pendidikan, kesehatan, juga kebudayaan sebagai sarana membangkitkan kesadaran nasional serta memperbaiki kondisi rakyat pribumi.
Boedi Utomo juga mengusung semboyan "Indie Vooruit" (Hindia Maju), yang menandakan aspirasi kemajuan bagi seluruh Hindia Belanda tanpa membatasi wilayah atau golongan tertentu.
Organisasi ini bermetamorfosis menjadi bermetamorfosis menjadi inspirasi bagi lahirnya bervariasi organisasi pergerakan lain yang lebih besar politis.
Sejumlah organisasi lain seperti Sarekat Islam, Indische Partij, Sarekat Dagang Islam, Muhammadiyah, serta Taman Siswa juga turut terinspirasi untuk mendirikan bangsa.
Kemudian, pada tahun 1948, dalam sedang situasi krisis Indonesia, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, bertepatan pada peringatan serius 40 tahun berdirinya Boedi Utomo.
Penetapan ini bertujuan sebagai simbol menguatkan semangat persatuan juga nasionalisme pada sedang perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman kolonialisme.
Kemudian, sejak 16 Desember 1959, Hari Kebangkitan Nasional atau Harkitnas ditetapkan secara resmi melalui Keputusan Presiden Nomor 316 tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang dimaksud Bukan Hari Libur.
Sejak pada waktu itu, Harkitnas diperingati 20 Mei setiap tahun sebagai momen mengenang perjuangan serta awal mula semangat kebangkitan nasional.
Makna Hari Kebangkitan Nasional
Hari Kebangkitan Nasional bukanlah semata-mata mengenang masa lalu, tetapi bermetamorfosis menjadi pengingat akan pentingnya persatuan, semangat gotong royong, dan juga nasionalisme di menghadapi tantangan zaman.
Sejak era 1900-an, bangsa Tanah Air telah lama membuktikan kemampuannya untuk bangkit, bersatu, mengusir penjajah, meraih kemerdekaan, akses pendidikan, lalu mempertahankan keutuhan negara pada berada dalam bermacam krisis.
Semangat kebangkitan nasional ini yang mesti diwariskan dari generasi ke generasi, bermetamorfosis menjadi fondasi pada mendirikan demokrasi, menyimpan kedaulatan, dan juga menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bahkan, di situasi arus globalisasi serta tantangan zaman, semangat Hari Kebangkitan Nasional tetap relevan sebagai pengingat bahwa kebangkitan bangsa dimulai dari kesadaran serta persatuan seluruh anak bangsa.
Artikel ini disadur dari Sejarah dan makna Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei