Teknik & Strategi

PSG Hancurkan Inter dengan Skor Mencolok di Final UCL 2025

Final Liga Champions 2025 mencatat sejarah tersendiri. PSG berhasil membantai Inter Milan dengan skor mencolok 5-0 dalam laga yang menunjukkan betapa taktik dan intensitas bisa menjadi kunci kemenangan. Tim asuhan Luis Enrique bermain dengan energi dan disiplin tinggi, membuat Inter seolah tak punya ruang untuk bernapas.

Meski sebelumnya final UCL sempat menyajikan laga dengan skor besar, performa PSG kali ini benar-benar luar biasa. Mereka tampil dominan sejak menit pertama hingga akhir pertandingan.

Formasi dan Susunan Pemain: Duel Strategi 3-5-2 vs 4-3-3

  • Inter Milan (3-5-2)
  • Striker: Thuram, Lautaro
  • Wingback: Dumfries, Di Marco
  • Gelandang: Barella, Calhanoglu, Mkhitaryan
  • PSG (4-3-3)
  • Lini Tengah: Vitinha, Ruiz, Neves
  • Penyerang: Dembélé, Kvaratskhelia, Doé

PSG dikenal sebagai tim yang cair saat menyerang. Formasi 4-3-3 mereka seringkali berubah dinamis berkat rotasi pemain yang aktif dan pemahaman taktik yang solid. Ini jadi kunci utama mereka dalam mengobrak-abrik pertahanan lawan.

Pressing Ketat PSG Ganggu Build Up Inter

Sejak awal laga, PSG langsung menerapkan high pressing dengan intensitas tinggi. Mereka tidak memberi kesempatan Inter untuk membangun serangan dari bawah.

Akibatnya, Inter sering gagal dalam build-up karena jalur operan mereka dipotong atau ditekan terus-menerus. Bahkan ketika mencoba pendekatan direct long ball, duet Lautaro dan Thuram tidak diberi ruang untuk bergerak bebas.

Eksploitasi Ruang di Sisi Gelandang Inter

Salah satu keunggulan taktik PSG adalah cara mereka menyerang ruang di samping gelandang Inter. Dalam build-up, pemain seperti Hakimi sering inverted ke tengah dan menerima bola di posisi yang tidak terjaga.

Hal ini memaksa wingback Inter naik, membuka ruang yang bisa dimanfaatkan oleh winger seperti Dembélé atau Kvaratskhelia. Dalam beberapa momen, Vitinha dan Neves memainkan peran penting sebagai distributor bola yang sabar dan akurat dalam mengatur sirkulasi.

Sirkulasi Bola dan Switch Play: Kunci Gol-Gol PSG

Salah satu ciri khas PSG di bawah Enrique adalah switch play atau perpindahan bola dari sisi ke sisi dengan cepat. Dengan pertahanan Inter yang kompak dan dalam, PSG memancing mereka bergerak untuk membuka celah.

Gol Pertama:

Vitinha menerima bola dari Marquinhos, lalu mengubah arah serangan ke kiri tempat Kvaratskhelia menunggu. Ia menusuk ke dalam, menarik perhatian bek Inter. Bola dikembalikan ke Vitinha, yang mengirim crossing ke Hakimi yang bebas tanpa pengawalan. Gol pembuka pun tercipta.

Inter Terjebak: Makin Terbuka, Makin Rentan

Setelah tertinggal, Inter mencoba bermain lebih terbuka. Tapi justru ini menjadi bumerang. Saat mencoba menyerang lewat set piece, mereka hanya menyisakan satu pemain bertahan. PSG dengan cepat membalikkan situasi menjadi counter attack berbahaya.

Gol Kedua:

Dembele menguasai bola di sisi kiri, lalu mengirim umpan switch ke Doé di kanan. Kontrol dada, lalu tendangan keras—gol! Skor menjadi 2-0.

Rotasi dan Keberanian Individual PSG Menghancurkan Inter

Gol ketiga datang dari permainan yang sangat fleksibel. Vitinha, yang sejatinya gelandang bertahan (nomor 6), melakukan akselerasi seperti gelandang box-to-box, melewati press lawan dengan mudah.

Setelah melakukan kombinasi satu-dua dengan Dembélé, ia memberi umpan ke Doé yang dengan bebas menembak. PSG unggul 3-0.

Pergantian Taktik Inter Gagal Redam PSG

Simone Inzaghi mencoba beralih ke formasi empat bek. Tapi perubahan ini justru membuat sisi kanan pertahanan Inter makin mudah diekspos.

Gol Keempat:

Dumfries naik terlalu jauh. Marquinhos mengalirkan bola ke Di Mili yang turun menjemput bola. Ketika perebutan bola terjadi, Dembele menang dan memberikan umpan pada Kvaratskhelia yang sudah berubah menjadi striker. Dengan kaki kirinya, ia cetak gol keempat untuk PSG.

Gol Kelima: Tekanan Tinggi + Kombinasi Rapi

Menjelang akhir laga, PSG masih tetap lapar. Mereka terus melakukan pressing mundur, memaksa Inter kehilangan bola saat mencoba build up dari belakang.

 Gol Penutup:

Barkola menerima bola di sisi kiri, lalu mengalirkannya ke tengah. Setelah kombinasi umpan pendek, bola kembali ke Barkola yang mengirimkan assist ke pemain muda PSG untuk mencetak gol kelima. Somer tak mampu menghentikannya. 5-0!

Mengapa Build Up Direct Inter Tak Efektif?

Build up direct Inter yang biasanya ampuh kini mandek. PSG menugaskan center back mereka untuk terus mengikuti pergerakan Lautaro atau Thuram saat turun menjemput bola. Bahkan gelandang seperti Vitinha ikut menekan pemain tengah Inter agar tidak bisa berbalik badan.

Upaya Inter untuk mengumpan langsung dari belakang ke depan pun selalu gagal. Entah karena bola tidak bisa dikontrol, atau tekanan dari pemain PSG terlalu intens.

Kesimpulan: PSG Bukan Cuma Tim Bertabur Bintang, Tapi Punya Identitas Taktik yang Kuat

PSG musim ini benar-benar menunjukkan bahwa mereka bukan hanya tim penuh nama besar. Di bawah arahan Luis Enrique, mereka jadi tim dengan struktur taktik rapi, pressing tinggi, dan etos kerja luar biasa.

Inter terlihat kalah segala-galanya: energi, taktik, eksekusi, bahkan mental. PSG tak hanya merebut gelar Liga Champions 2025, tapi juga menyapu empat gelar alias quadruple winner musim ini.

Luis Enrique membuktikan: dengan pelatih yang tepat, uang dan pemain bintang bisa diolah jadi kekuatan nyata yang dominan di Eropa.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button